Suamimu Bukan Muhammad, Istrimu bukan Khadijah
اَلْحَمْدُ لله لَّذِىٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِى قُلُوبِ ٱلْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوٓاإِيمَٰنًا مَّعَ إِيمَٰنِهِمْ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Secara naluriah, manusia biasanya menginginkan sesuatu yang lebih baik, bahkan yang terbaik dari pada apa yang telah dimilikinya. Dalam hal apa pun itu. Ketika sudah diberikan nikmat berupa rumah misalnya, ingin rumah yang lebih bagus lagi. Ketika sudah memiliki kendaraan berupa motor, ingin yang lebih bagus lagi motornya, bahkan ingin memiliki yang lebih lagi yaitu mobil.
Pun demikian halnya dalam hal pasangan hidup, manusia pasti menginginkan pasangan yang terbaik. Bahkan, tidak tanggung-tanggung lagi, yang menjadi impian dan harapannya adalah memiliki suami yang kualifikasinya seperti Nabi Muhammad r atau memiliki isteri sebaik Sayyidah Khadijah i.
Masing-masing orang tentunya boleh bermimpi dan berharap setinggi langit, namun perlu diingat bahwa jangan sampai keinginan dan harapan tersebut justru membelenggu dan menyulitkan diri kita sendiri. Ibarat pepatah mengatakan pungguk merindukan bulan. Sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan, maka biarlah ia hanya menjadi penghias tidur.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Manusia sejatinya diciptakan oleh Allah I dalam bentuk fisik yang dapat sempurna, sebagaimana firman-Nya :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ
“Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tin: 4)
Namun kesempurnaan itu ternyata hanya sebatas penampakan fisik saja, tidak dalam segala hal. Tidak dalam sifatnya, keimanannya, akhlaknya, akalnya, perbuatannya, kehidupannya, dan lain-lainnya. Termasuk juga dalam hal pasangan hidup dan keluarganya. Ada pasangan suami-isteri yang shalih dan shalihah. Namun, ada juga laki-laki shalih namun memiliki isteri yang tidak baik. Ada perempuan shalihah, namun suaminya suka berjudi dan mabuk-mabukan. Bahkan para Nabi dan Rasul pun, ada diantaranya yang memiliki isteri yang durhaka, sebagaimana kisah Nabi Luth u, atau kisah Sayyidah Asiyah, seorang wanita yang shalihah dan bertakwa kepada Allah I, namun ia memiliki suami yang durhaka kepada Allah, bahkan ia mengaku sebagai Tuhan, yaitu Firaun.
Kalau kita menuntut agar suami kita kualifikasinya harus seperti Nabi Muhammad r atau isteri kita harus seperti Sayyidah Khadijah i, lalu bagaimana jika ternyata pasangan kita tidak seperti manusia-manusia mulia tersebut? Apakah kita akan meninggalkannya? Atau barangkali kita menjadi kufur nikmat karena tidak menerima pasangan yang telah Allah berikankepada kita.
Nabi Muhammad r adalah manusia terbaik, yang tidak akan mungkin ada manusia lainnya yang menyamainya. Beliau adalah sosok yang sangat penyabar, halus tutur katanya dan sopan perilakunya. Seorang yang tidak perlu diragukan lagi kejujurannya, sampai-sampai beliau digelari sebagai Al-Amin (orang yang terpercaya).
Sayyidah Khadijah adalah salah satu isteri tercinta Nabi Muhammad r yang telah berkhidmat kepada Baginda Nabi dengan penuh pengorbanan dan perjuangan. Seorang saudagar kaya yang mau menikah dengan mitra dagangnya. Beliau adalah wanita pertama yang mempercayai Baginda Nabi dan memeluk Islam. Dengan kasih sayangnya, beliau berusaha menenangkan Nabi ketika beliau berada dalam ketakutan yang luar biasa saat pertama kali menerimawahyu. Dengan hartanya, Sayyidah Khadijah i mensupport kegiatan dakwah Baginda Nabi r.
Manusia sering lupa, ingin suaminya yang shalih dan terbaik, namun ternyata dirinya sendiri belum baik. Ingin isterinya yang shalihah dan terbaik, namun ternyata dirinya masih bergelimang dosa dan kemaksiatan. Padahal sudah sangat jelas sekali Allah I menggambarkan kecenderungan manusia dalam memilih pasangan hidupnya, yaitu dalam firman-Nya:
ٱلۡخَبِيثَٰتُ لِلۡخَبِيثِينَ وَٱلۡخَبِيثُونَ لِلۡخَبِيثَٰتِۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ أُوْلَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga). (QS. An-Nur: 26).
Sekretaris Fatwa di Darul Ifta Mesir, Syeikh Mahmoud Shalaby, mengatakan bahwa ayat ini adalah terkait kecenderungan seseorang dalam memilih pasangannya. Seorang yang baik, entah itu laki-laki atau perempuan, akan cenderung memilih pasangan yang baik pula. Laki-laki yang baik cenderung secara naluriah kepada yang terlihat seperti mereka dan yang sepaham dengan mereka di antara para wanita. Dan begitu juga sebaliknya.
Kecenderungan manusia memang demikian. Namun, jika ternyata pasangan kita tidak seperti yang diharapkan dan diimpikan, maka hendaknya kita mengambil hikmah darinya. Barangkali itu menjadi ujian hidup bagi kita yang akan meninggikan derajat kita. Bisa jadi juga Allah berencana akan membuat menjadi baik pasangan kita tersebut melalui tangan dan kesabaran kita. Atau bisa jadi, pasangan kita belum baik karena kita sendiri sejatinya belum baik juga, hanya saja kita terlanjur merasa diri kita sudah baik. Padahal di mata Allah mungkin kita masih jauh dari kata baik, sehingga I mengutus pasangan kita yang belum baik itu sebagai pengingat bagi kita yang merasa sombong dan merasa sudah baik.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kesimpulannya adalah bahwa pasangan yang terbaik adalah bukan pasangan yang kualifikasinya harus seperti Nabi Muhammad r atau seperti Sayyidah Khadijah i. Pasangan kita yang terbaik adalah pasangan yang dengan kekurangan yang dimilikinya masing-masing namun sama-sama mau belajar dan berubah menjadi lebih baik. Pasangan yang saling mengingatkan saat berbuat kesalahan. Pasangan yang saling mengajak dan mengarahkan kepada kebaikan. Pasangan yang meskipun masih memiliki banyak kekurangan, namun tetap menjaga iman dan shalatnya.
Bersyukurlah bagi kita yang Allah karunia pasangan yang shalih dan shalihah, dan bersabarlah jika Allah menguji kita dengan pasangan yang masih belum baik karena Allah I adalah Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati manusia. Sekarang belum baik, bukan berarti selamanya akan tidak baik terus. Bisa jadi akan berubah menjadi baik. Dan, yang sekarang sudah baik tidak menjamin selamanya akan baik terus. Pasangan yang belum baik adalah ujian bagi kita. Pun demikian halnya, pasangan yang baik juga adalah ujian bagi kita. Tinggal bagaimana kita menjalani ujian tersebut, bersabar atau tidak, mampu menjaganya agar tetap baik atau tidak. Semoga Allah I memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani segala ujian yang diberikan-Nya. Aamiin.
Oleh: Ustadz Moch. Iqbal, Lc, M.A
Naskah Lengkap bisa di download disini
Silakan gabung Group WhatsApp