ArtikelKhutbah Jum'at

Menjadi Majikan Dan Buruh Yang Baik

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ ِللهِ وَكَفٰى، وَسَلاَمٌ عَلٰى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفٰى.  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.  اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ عَلٰى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ 

Jamaah Shalat Jum’at yang dirahmati Allah

Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah I yang telah memberikan nikmat yang tidak terhingga, antara lain nikmat kesehatan, dan nikmat kesempatan, sehingga kita bisa hadir di masjid ini untuk menunaikan ibadah shalat Jum’at. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad r serta kepada para sahabat dan keluarganya hingga akhir zaman. Tidak lupa marilah kita senantiasa berusaha agar meningkat iman dan taqwa kita kepada Allah I.

Allah memerintahkan kepada manusia untuk bekerja,  niscaya dengan bekerja itu maka Allah  serta orang lain akan melihat pekerjaanmu,  perintah bekerja dituangkan dalam QS. At-Taubah ayat 105 :

وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ

Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Istilah bekerja di dalam Al Qur’an terdapat beberapa konsep yang berkaitan dengan kerja, antara lain  dengan kata  kasaba dan amala. Dalam firman yang lain dikatakan :

أَفَمَن زُيِّنَ لَهُۥ سُوٓءُ عَمَلِهِۦ فَرَءَاهُ حَسَنٗاۖ فَإِنَّ ٱللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِي مَن يَشَآءُۖ فَلَا تَذۡهَبۡ نَفۡسُكَ عَلَيۡهِمۡ حَسَرَٰتٍۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ 

Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (QS Fatir : 8).

Berdasarkan dua ayat tadi menunjukan bahwa dalam Islam semua manusia dianjurkan untuk memiliki pekerjaan, yaitu bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh seorang warga masyarakat dalam andilnya menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan keinginannya. Kerja yang dituntut adalah amal shalih yaitu kerja yang pantas dan patut serta bernilai baik menurut Islam dalam mewujudkan kesejahteraan. Tujuan bekerja adalah sesuai dengan yang dituntunkan syariat Islam yaitu di samping meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai insan ‘amilus shalihat’, bukan penganggur, juga untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia maupun dim akherat.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah

        Dalam kaitan dengan pekerjaan tentu ada dua belah fihak, orang yang melaksanakan pekerjan dinamakan ‘Pekerja’ sedang orang yang memberi pekerjaan atau yang memiliki modal dinamakah ‘Pemilik Modal atau Pengusaha’. Dalam hubungan antar keduanya Agama Islam telah mengatur prinsip-prinsi yang perlu diperhatikan, antara lain  :

Pertama, Prinsip Tolong menolong.

Al-Qur an mengandung petunjuk sosial dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan yang dilandasi jiwa tolong menolong dalam kebajikan dan saling menguntungkan. Hal itu sesuai dengan firman Allah,

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ 

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS Al-Ma’idah : 2).

Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah I berfirman :

يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى, وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا

‘Wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim (HR. Muslim)

Oleh sebab itu bagi majikan, jangan berbuat zalim kepada pekerja, karena menunda memberikan upah kepada pekerja merupakan sebuah kezaliman. Sebagai majikan harus memenuhi kewajiban memberikan upah sesuai perjanjian sebelum keringat telah kering, sebagaimana sabda Nabi r,

أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

Sebaliknya bagi seorang pekerja maka dia juga harus menunaikan  tugas sesuai dengan tanggung jawabnya, karena pekerjaan itu adalah sebuah amanah yang harus dilakukannya,, karena dengan melaksanakan amanah berarti dia juga telah menolong majikannya dalam berusaha.

Kedua, Prinsip Keadilan (al-‘adalah)

Keadilan itu penting bagi kehidupan manusia demi terciptanya penghormatan dan hak-hak yang layak sesuai dengan aktivitasnya. Allah I berfirman dalam Surat Al Hadid ayat 25

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ ۖ

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.

Dalam penyelenggaraan sarana-sarana kehidupan keadilan harus ditegakkan,  yaitu terlaksananya kehidupan atas dasar keseimbangan, Dimana yang kuat menolong yang lemah, yang kaya membantu yang miskin dan sebaliknya, yang lemah pun mendukung tegaknya keadilan dengan jalan yang baik, bukan dengan jalan batil. Keadilan juga harus ditegakkan dalam bidang ketatalaksanaan dalam cara-cara memperoleh produksi, pendistribusian serta dalam pemanfaatannya.

Ketiga, Prinsip kejelasan akad perjanjian dan transparansi upah

Islam sangat memperhatikan masalah akad, ia termasuk salah satu bagian terpenting dalam kehidupan perekonomian. Setiap orang wajib menunaikan apa yang telah diperjanjikan, baik yang berkaitan dengan pekerjaan, upah, waktu kerja, dan sebagainya. Akad merupakan keharusan untuk dibuat dalam rangka mengatur secara praktis hubungan pekerja-majikan yang meliputi etika, hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Selanjutnya perjanjian juga menegaskan nilai keadministrasian dan memegang teguh nilai moral yang berkaitan dengan kehalalan. Allah I telah mengatur prinsip itu dalam Surat Al Baqarah ayat 282,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

 Nabi r bersabda:

وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

Orang Islam itu terikat oleh syarat syarat perjanjiannya, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi).

Mengingat hal itu maka dalam transaksi sangat diperlukan keterbukaan sehingga sikap spekulatif, penipuan, kolusi, korupsi dan sebagainya dalam berbagai kegiatan ekonomi dapat dihindari, karena diharamkan dalam Islam

Keempat Prinsip saling tanggung jawab

Dalam pekerjaan itu dibutuhkan tanggungjawab, maka dibutuhkan seseorang yang memiliki kekuatan dan Kesehatan, seperti firman Allah I dalam Qs. al Qasas :26

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.

Kelima prinsip kebebasan dalam beribadah dan etika

Tenaga kerja/buruh, bebas dalam mengerjakan ibadah agamanya secara proporsional. Jika panggilan beribadah sudah tiba, pekerjaan harus dihentikan. Untuk persiapan menunaikan ibadah shalat Jumat, pimpinan perusahaan harus memberi kesempatan, Firman Allah I  :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ 

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(Qs. Al-Jumu’ah: 9)

Bagi orang Islam punya kewajiban yang harus di tunaikan yaitu Shalat Jum’at, maka hak melakukan kewajiban itu harus diberikan, serta kewajiban kewajiban dan hak lain yang melekat bagi pekerja wanita.

Demikian diantara beberapa gambaran tentang hubungan antara buruh dan majikan sesuai tuntunan Agama Islam, masih banyak yang bisa digali untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara pekerja dan majikan.  Semoga Allah I melancarkan usaha kita semua. Amiin

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً.  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Oleh : Ustadz Drs. H. Imron Rosyid

Naskah Lengkap bisa di download disini

Silakan gabung Group WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *