ArtikelPersyarikatan

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Bantul; Menakar Gagasan Kritis Bakal Calon Menuju Pilkada 2024

Fikri Haikal (Ketua Umum PC IMM Kabupaten Bantul 2023-2024)

Tulisan ini merupakan hasil analisis dari Sekolah Politik Kebangsaan yang diadakan pada 13-16 Agustus 2024 dengan tema “Ijtihad Kebangsaan Menuju Daya Kritis Berkemajuan”. Acara ini fokus pada isu gender, politik, dan ekologi, yang kami kaitkan dengan fenomena penerimaan tambang oleh organisasi masyarakat (ormas) serta dinamika pilkada di Kabupaten Bantul. Pendekatan ini bertujuan untuk mengedukasi dan memberikan wawasan tentang bagaimana isu-isu tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi proses politik serta kebijakan lingkungan. Dengan pemahaman ini, diharapkan pembaca dapat lebih kritis dalam menilai dampak kebijakan dan keputusan politik terhadap masyarakat dan lingkungan.

Perhelatan demokrasi lima tahunan di tingkat lokal, yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang mencakup 37 Provinsi serta 508 Kabupaten dan Kota, dengan hari pemungutan suara dijadwalkan pada 27 November 2024. Pilkada serentak ini perlu dijadikan momentum besar oleh kepentingan civil society terhadap pembangunan struktur dan suprastruktur. Maka untuk merealisasikan pembangunan yang signifikan, sudah sepatutnya sebagai civil society perlu menakar sejauh mana gagasan kritis dari bakal calon pemimpin daerah, termasuk di wilayah Kabupaten Bantul.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Bantul sebagai representasi dari kaum muda yang berpendidikan dan memiliki kesadaran sosial, merasa perlu untuk menakar dan mengevaluasi gagasan-gagasan yang diusung oleh para bakal calon. Di tengah tantangan yang dihadapi masyarakat Kabupaten Bantul, seperti masalah kemiskinan, pengelolaan sampah, peningkatan pariwisata, keterlibatan perempuan dalam politik, fasilitas kesehatan yang ramah dan aman, akses pendidikan yang merata, dan lain sebagainya . IMM Bantul mendorong perlunya kepemimpinan yang tidak hanya memiliki visi, tetapi juga pemahaman yang mendalam terhadap persoalan-persoalan tersebut.

Menaklukkan Kemiskinan

Kemiskinan adalah masalah serius dalam pembangunan daerah. Tingginya tingkat kemiskinan dapat berdampak negatif pada aspek ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan kerawanan sosial. Berdasarkan data dari Bappeda DIY, Kabupaten Bantul tercatat memiliki tingkat kemiskinan tertinggi dengan angka 12,85%..

Masyarakat miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Rp 573.022,00 (Angka Garis Kemiskinan DIY). Kemiskinan bukan hanya soal angka, melainkan juga soal kemanusiaan. Kemiskinan ini pada akhirnya mengakibatkan ketidakmampuan akses dalam aspek ekonomi, sosial budaya, politik, serta partisipasi dalam masyarakat.

Kemiskinan dapat dibagi menjadi tiga jenis: kemiskinan struktural, relatif, dan absolut. Kemiskinan struktural terjadi ketika satu golongan masyarakat tidak dapat memanfaatkan sumber pendapatan yang tersedia karena struktur sosial yang tidak mendukung. Kemiskinan relatif muncul akibat kebijakan pembangunan yang belum merata, menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Sedangkan kemiskinan absolut terjadi ketika pendapatan seseorang berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan. 

Darurat Sampah

Pertumbuhan dan urbanisasi di Kabupaten Bantul telah meningkatkan volume sampah, yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat berdampak negatif pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Permasalahan sampah di Kabupaten Bantul sangat serius, mengingat daerah ini merupakan tempat pembuangan akhir sampah dari Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, yaitu TPA Piyungan. Saat ini, TPA Piyungan sudah tidak beroperasi lagi.

 Berdasarkan penelitian, salah satu penghasil sampah terbesar di Kabupaten Bantul adalah pasar tradisional, dengan pasar Bantul sebagai yang paling besar dan penghasil sampah terbanyak. Menurut data dari Green Campus UAD, masyarakat Bantul menghasilkan sampah sebesar 0,6 kilogram per orang setiap harinya. Kabupaten Bantul memiliki luas wilayah 506,85 km², yang terbagi menjadi 17 Kapanewon, 75 Kalurahan, dan 933 Padukuhan, dengan jumlah penduduk mencapai 954.706 jiwa pada tahun 2022.

Potensi Sumber Daya Alam dan Kebudayaan

Melihat potensi sumber daya alam dan budaya yang luar biasa di Kabupaten Bantul, terdapat peluang besar untuk menggerakkan perekonomian masyarakat lokal. Kekayaan alam seperti pantai, hutan, dan lahan pertanian, serta budaya seperti kerajinan tangan dan tradisi lokal, memiliki potensi ekonomi yang signifikan. Namun, potensi ini belum sepenuhnya dimaksimalkan. Diperlukan strategi efektif dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya tersebut, termasuk pengembangan pariwisata, peningkatan kualitas produk lokal, dan promosi budaya. Dengan pendekatan yang terencana dan integratif, kekayaan sumber daya ini dapat menjadi motor penggerak perekonomian, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menjadikan Kabupaten Bantul sebagai daerah yang maju dan berdaya saing.

Sumber Daya Alam (SDA) yang menjadi daya tarik pariwisata di Kabupaten Bantul meliputi Kebun Buah Mangunan, Gapura Desa Wisata Kasongan, Hutan Pinus Mangunan, Pantai Parangtritis, Puncak Becici, Pantai Goa Cemara, Air Terjun Randu Sari, dan lainnya. Selain itu, kekayaan budaya Kabupaten Bantul juga sangat mengesankan, termasuk Batik Giriloyo, Gerabah Kasongan, Upacara Labuhan Parangtritis, Makam Rasa-Rasa Imogiri, Gua Selarong, Tari Angguk, Gathot dan Tiwul, Kerajinan Kulit Manding, serta berbagai warisan budaya lainnya.

Keterlibatan Perempuan Dalam Politik Rendah

Keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia masih lemah dan sering dianggap hanya sebagai simbol penghias, bukan sebagai aktor utama. Meskipun ada kuota 30% untuk perempuan, ini tidak cukup untuk mengatasi hambatan struktural dan kultural yang menghalangi partisipasi mereka. Untuk mencapai kesetaraan gender yang nyata, diperlukan reformasi mendalam dalam sistem politik dan sosial, termasuk penghapusan hambatan struktural dan pemberdayaan perempuan secara signifikan. Tanpa perubahan menyeluruh, kuota 30% hanya akan menjadi angka statistik tanpa dampak yang berarti.

Sistem politik yang masih didominasi oleh praktik patriarki dan kultur yang tidak mendukung keterlibatan perempuan semakin memperburuk situasi. Perempuan sering kali menghadapi tantangan ganda, di mana mereka harus membuktikan diri lebih baik dari laki-laki untuk mendapatkan pengakuan di ranah politik, sementara pada saat yang sama tetap memenuhi peran tradisional di rumah. Kondisi ini menciptakan kesulitan tambahan yang menghambat partisipasi aktif dan efektif perempuan dalam politik.

Data menunjukkan bahwa representasi perempuan di parlemen dan posisi strategis lainnya masih jauh di bawah harapan. Salah satu faktor penghambat utama adalah adanya stereotip gender yang kuat, yang menganggap politik sebagai domain laki-laki. Stereotip ini sering kali menghalangi perempuan untuk tampil sebagai pemimpin dan mempengaruhi kebijakan publik, sehingga mengurangi keberagaman dan efektivitas dalam pengambilan keputusan.

Menurut BPS, Kabupaten Bantul memiliki keterlibatan perempuan di parlemen yang paling rendah di antara kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dengan angka 13,33% pada tahun 2023. Sebagai perbandingan, Kulon Progo 20,00%, Gunung Kidul 24,44%, Sleman 26,00%, dan Kota Yogyakarta 17,70%. Pilkada Kabupaten Bantul mendatang bukan hanya sekadar kontestasi politik untuk meraih kekuasaan, tetapi juga merupakan momentum krusial untuk menentukan arah masa depan daerah. Pemilihan pemimpin berarti memilih visi dan strategi dalam memajukan sumber daya manusia dan alam Kabupaten Bantul. Setiap calon pemimpin harus mampu menghadirkan paradigma kepemimpinan yang jelas, berwawasan jauh ke depan, dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.

Sebagai bagian dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kabupaten Bantul, kami menuntut setiap bakal calon untuk menunjukkan komitmen nyata dalam merespon isu-isu strategis yang dihadapi oleh Bantul kemiskinan, pengelolaan sampah, peningkatan pariwisata, keterlibatan perempuan dalam politik, fasilitas kesehatan yang ramah dan aman, akses pendidikan yang merata, dan lain sebagainya bukanlah masalah yang bisa dianggap remeh atau didekati dengan retorika kosong. Paradigma kepemimpinan yang kuat dan responsif terhadap isu-isu ini akan menunjukkan apakah seorang calon benar-benar memahami arah yang ingin dituju untuk masa depan Bantul. Pilkada ini adalah ujian bagi setiap calon pemimpin. Seberapa jauh mereka memahami tantangan yang dihadapi Kabupaten Bantul, seberapa dalam komitmen mereka untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, dan seberapa kuat kemauan mereka untuk melibatkan semua elemen masyarakat dalam proses pembangunan, akan menjadi penentu utama apakah mereka layak dipilih. Kami dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kabupaten Bantul akan terus mengawal proses ini, memastikan bahwa Pilkada tidak hanya menghasilkan pemimpin, tetapi juga masa depan yang lebih baik bagi Kabupaten Bantul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *